FAKTA
SEBAGAI UNSUR PENALARAN ILMIAH
Penjelasan mengenai
penalaran
A. Berpikir dan Bernalar
Apa yang dimaksud
dengan berpikir ?
Berpikir itu sendiri
merupakan kegiatan mental yang berkaitan dengan pikiran kita sendiri. Pada saat
kita berpikir maka terlintas gambaran-gambaran mengenai sesuatu hal yang tidak
tampak secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya,
dan tanpa kita sadari. Sedangkan kegiatan berpikir dilakukan secara sadar,
tersusun, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan
berpikir yang terakhir ini yang disebut dengan kegiatan bernalar.
Bernalar atau penalaran
merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa
pengetahuan. Kegiatan penalaran bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari proses penalaran
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
-
Induktif
-
Deduktif
Mari kita mengetahui
apakah yang dimaksud dengan proses penalaran deduktif dan induktif
A.
Penalaran
Induktif
Penalaran Induktif
adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan
simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang di peroleh tidak lebih
khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk
penalaran induktif adalah sebagai berikut :
a)
Generalisasi ialah proses penalaran yang
mengandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai
sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh :
Jika dipanaskan, besi
memuai
Jika dipanaskan,
tembaga memuai
b)
Analogi adalah cara penarikan penalaran
secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh
:
Ita
adalah lulusan akademi perawatan
Ita
dapat menjalankan tugasnya dengan baik
Tujuan
penalaran secara analogi adalah:
@
Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan
@
Analogi digunakan untuk mengungkap suatu kekeliruan
@
Analogi digunakan untuk menyususn klasifikasi
c)
Hubungan Kausal adalah penalaran yang
diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Dalam kehidupan
sehari-hari, hubungan kausal sering ditemukan.
Contoh
: Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia
Dalam
kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai
berikut :
Sebab
– akibat :
Hubungan
yang berpola A menyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi efek dari satu peristiwa
yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Akibat
– sebab :
Dapat
dilihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter, ke dokter merupakan
akibat dan sakit merupakan sebab.
Akibat
– akibat :
Suatu
penalaran yang menyiratkan penyebabnya.
B.
Penalaran
Deduktif
Penalaran Deduktif
adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku
umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik
kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau
gejala diatas.
Penarikan simpulan
secara dekduktif dapat dilakukan langsung atau tidak langsung.
a) Menarik simpulan
secara langsung atau ditarik dari satu premis.
Misalnya :
Semua S adalah P
(Premis)
Sebagian P adalah S
(Simpulan)
Contoh :
Semua ikan berdarah
dingin (Premis)
Sebagian yang berdarah
dingin adalah ikan (Simpulan)
b) Menarik simpulan
secara tidak langsung ; dari dua premis akah dihasilkan sebuah simpulan. Premis
pertama yang bersifat umum dan premis kedua bersifat khusus.
Selanjutnya penjelesan
mengenai penalarn ilmiah
Fakta
Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah
Para pembaca sekalian agar
dapat menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang
berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab
itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa
pengertian dari fakta.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau
peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara
empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera). Fakta
bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan
secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai
kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta
secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk memahami hubungan
antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu
secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya
dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta
tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain itu, kita dapat
menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah
anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun
pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.
1). Klasifikasi
Membuat klasifikasi
mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke
dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan
berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang
tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat
diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies.
Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak "Manusia adalah
Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu
diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan
(pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat
kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi
didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang
diteliti.
2). Jenis Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
-
Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya
mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi
seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification
dichotomy).
-
Klasifikasi kompleks, suatu kelas
mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada
ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya
suatu ciri.
3). Persyaratan
Klasifikasi
Klasifikasi harus
dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini
merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang
menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang
diklasifikasikan.
-
Klasifikasi harus logic dan ajek
(konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh
kepada kelas bawahannya.
-
Klasifikasi harus bersikap lengkap,
menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan
kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain itu dalam aspek
fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu
yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –, generalisasi
dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1). Generalisasi dan
Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan
umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan
kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi,
generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian
besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri
esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan,
generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri
khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang biasa
digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian besar,
semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam
penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal
itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta penunjang
harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam
tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau
pendapat (opini).
2). Analogi, persamaan
antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau
membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat
di antara keduanya.
Analogi terdiri dari
dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk
menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang
telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan
yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik
kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan
kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting
yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan
yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan
kesimpulan yang dikemukakan.
3). Hubungan Sebab
Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola
sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
-
Penalaran sebab-akibat dimulai dengan
pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
-
Penalaran akibat-sebab dimulai dari
suatu akibat yang diketahui.
-
Penalaran akibat-akibat berpangkal dari
suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat
lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.
Demikian penulisan saya
yang mereferensikan dari berbagai pendapat rekan rekan lain yang sudah
menjelaskan penlaran ilmiah, semoga bermanfaat dan bias dikembangkan kembail
digenerasi seanjutnya
Sumber:
Arifin, Zaenal E.,
Tasai, Amran S. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi,
Jakarta : Akademika Pressindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar