PERSEPEKTIF ETIKA
BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI
Setiap
manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya,
manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya
melalui bekerja, sadangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis.
Adapaun
berbisnis islami, bisnis islami dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas
bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kuantitas
kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profesinya, namun dibatasi dalm
cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram)
BEBERAPA
ASPEK ETIKA BISNIS ISLAMI
1.
Kesatuan (Tawhid)
Ini
dimaksudkan bahwa sumber utama etika islam adalah kepercayaan total dan murni
terhadap kesatuan (keesaan) Tuhan. Kenyataan ini secara khusus menunjukan
dimensi vertical islam yang menghubungkan institusi-institusi social yang
terbatas dan tak sempurna dengan zat yang sempurna dan tak terbatas. Dengan
menintegrasikan aspek religious dengan aspek-aspek kehisupan lain, sperti
ekonomi akan mendorong manusia kedalam suatu ketuhanan yang selaras, konsisten
dalam sirinya, dan selalu merasa diawasi oleh Tuhan. Peran integrasi dalam
konsep tauhid akan menimbulkan perasaan dalam diri manusia bahwa ia akan selalu
merasa direkam segala aktivtasnya termasuk berbisnis. Sehingga dalam melakukan
aktivitas bisnis tidak akan mudah menyimpang dari segala ketentuan-Nya.
2.
Keseimbangan/Kesejajaran (al-‘Adl wa
al-Ihsan)
Kesimbangan
dan kesejajaran nerupakan salah satu bagian ketundukan hanya kepada-Nya. Pada
dataran ekonomi, konsep kesemibangan/ kesejajaran menentukan konfigurasi
aktivitas-aktivitas distribusi, konsumsi serta produksi yang terbaik, dengan
pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung
dalam masyarakat islam didahulukan atas sumber daya riil masyarakat. Berarti
sumber daya ekonomi tidak hany terakumulasi pada akalangan orang atau kelompok
tertentu semata, karena jika hal ini terjadi berarti kekejaman yang berkembang
di masyarakat.
3.
Kehendak Bebas (Ikhtiyar-Freewill)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk
terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan
dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat,
infak dan sedekah.
Kebebasan
memilih dalam hal apapun, termasuk dalam bisnis misalnya harus dimaknai
kebebasan yang tidak kontra produksi dengan ketentuan syariat yang sangat
mengedepankan ajaran etika.
4.
Tanggung Jawab (Fardh)
Islam
sanagt menekankan pada konsep tanggung jawab, walaupun tidaklah berarti
mengabaikan kebebasan individu. Ini berarti bahwa yang dikehendaki ajaran islam
adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia harus berani
mempertanggungjawabkan segala peilihannya dihadan manusia bahkan Tuhan yang
Maha Esa. Dalam persepektif bisnis karena disadari bahwa manusia dalam
melakukan aktivitas bisnis segala objek yang diperdagangkan pada hakikatnya
adalah anugerah-Nya. Manusia selaku pelaku bisnis hanyalah sebatas melakukan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah sitetapkan Tuhan.
TEORI
ETHICAL EGOISM
Egoisme etis adalah etika normatif posisi itu agen moral yang harus melakukan apa yang menjadi kepentingan sendiri.
Ini berbeda dariegoisme psikologis, yang mengklaim
bahwa oranghanya bisa bertindak kepentingan mereka.
Egoisme etis juga berbeda dari egoisme rasional,yang menyatakan bahwa
itu adalah rasional untuk bertindak kepentingan
seseorang. egoisme etis menyatakan bahwa tindakan yang konsekuensinya akan
menguntungkan pelaku dapat dianggap etis.
Egoisme
etis kontras dengan etika altruisme, yang menyatakan
bahwa agen moral yang memiliki kewajiban untuk membantu
orang lain. Egoisme dan altruisme baik kontras dengan etika utilitarianisme, yang menyatakan
bahwa agen moral harus memperlakukan seseorang diri(juga dikenal sebagai subjek) dengan tidak
lebih tinggi dari satu memiliki untuk orang lain (seperti egoisme tidak, dengan
meninggikan diri kepentingan dan "diri" status tidak diberikan kepada
orang lain). Tetapi juga menyatakan bahwa orang tidak boleh (seperti
altruisme tidak) mengorbankan kepentingan sendiri untuk membantu orang lain
'kepentingan, asalkan kepentingan sendiri (yaitu satu sendiri keinginan atau kesejahteraan) secara
substansial setara dengan orang lain' kepentingan dan baik-
makhluk. Egoisme, utilitarianisme, dan altruisme adalah segala
bentuk konsekuensialisme, tetapi egoisme
dan altruisme kontras dengan utilitarianisme, bahwa egoisme dan altruisme
keduanya agen-terfokus bentuk
konsekuensialisme (yaitu subjek yang berfokus atau subjektif). Namun, utilitarianisme diadakan
untuk menjadi agen-netral (yaitu tujuan dan berimbang): tidak
memperlakukan (yaitu diri ini, yaitu moral "agen") kepentingan subjek
sendiri sebagai lebih atau kurang penting daripada kepentingan, keinginan, atau
kesejahteraan orang lain.
Egoisme
etis tidak, bagaimanapun, memerlukan agen moral yang merugikan kepentingan dan
kesejahteraan orang lain ketika membuat musyawarah moral; misalnya apa
yang ada di kepentingan agen mungkin kebetulan merugikan, menguntungkan, atau
netral dalam efeknya pada orang lain. Individualisme memungkinkan untuk kepentingan
orang lain dan kesejahteraan harus diabaikan atau tidak, selama apa yang
dipilih adalah manjur dalam memuaskan diri-kepentingan agen. Juga tidak
egoisme etis selalu berarti bahwa, dalam mengejar kepentingan diri, orang harus
selalu melakukan apa yang ingin lakukan; misalnya dalam jangka panjang,
pemenuhan keinginan jangka pendek mungkin terbukti merugikan diri.Kesenangan dari, kemudian,
mengambil kursi kembali ke berlarut-larut eudaimonia. Dalam kata-kata James Rachel, "egoisme
etis mendukung egoisme, tetapi tidak mendukung kebodohan." Egoisme etis
sering digunakan sebagai dasar filosofis untuk mendukung hak-libertarianismedan anarkisme individualis. Ini adalah
posisi politik sebagian didasarkan pada keyakinan bahwa individu tidak harus
paksa mencegah orang lain dari berolahraga kebebasan bertindak.
Bentuk Egoisme Etis
Egoisme
etis secara luas dapat dibagi menjadi tiga kategori: individu, pribadi, dan
universal.Egois etis individu akan mengadakan bahwa semua orang
harus melakukan manfaat apapun "saya" (individu) kepentingan
diri; a egois etika pribadi akan berpendapat bahwa ia
harus bertindak atau kepentingan, tapi tidak akan membuat
klaim tentang apa yang orang lain harus melakukan; a egois etis
yang universal akan berpendapat bahwa setiap orang harus bertindak dengan
cara yang berada di kepentingan mereka.
RELATIVISME
Relativisme
berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan
dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan
manusia, budaya,etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat,
melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan
pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang
benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya
masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan
pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
Relativisme etis
Relativisme
etis yang berpendapat bahwa penilaian baik-buruk dan benar-salah tergantung
pada masing-masing orang disebut relativisme etis subjektif atau analitis. Adapun
relativisme etis yang berpendapat bahwa penilaian etis tidak sama, karena tidak
ada kesamaan masyarakat dan budaya disebut
relativisme etis kultural.
Menurut
relativisme etis subjektif, dalam masalahetis, emosi dan
perasaan berperan penting. Karena itu, pengaruh emosi dan perasaan dalam
keputusan moral harus
diperhitungkan. Yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tidak dapat
dilepaskan dari orang yang tersangkut dan menilainya. Relativisme etis
berpendapat bahwa tidak terdapat kriteria absolut bagi putusan-putusan moral. Westermarck memeluk
relativisme etis yang menghubungkan kriteria putusan dengan kebudayaan
individual, yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan individual.
Etika situasi dari Joseph Fletchermenganggap
moralitas suatu tindakan relatif terhadap kebaikan tujuan tindakan itu.
DEONTOLOGI
DAN KONSEP-KONSEP DEONTOLOGI
DEONTOLOGI : Suatu
sistem moral / etika yang mengukur baik tidaknya suatu perbuatan semata-mata
berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pencipta sistem moral
ini adalah filsuf besar dari Jerman Immanuel Kant ( 1724 – 1804 )
KONSEP-KONSEP
DEONTOLOGI
1.
Sistem etika ini hanya menenkankan suatu
perbuatan di dasarkan pada wajib tidaknya kita melakukan perbuatan itu.
2.
Yang disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak yang baik, semua hal lain di sebut baik secara terbatas atau
dengan syarat. Contohnya : kesehatan, kekayaan, intelegensia, adalah baik juka
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia. Tetapi jika digunakan oleh
kehendak jahat, semua hal itu menajdi jahat sekali.
3.
Kehendak menjadi baik, jika bertindak
karena kewajiban. Kalau perbuatan dilakukan dengan suatu maksud atau motif
lain, perbuatan itu tidak bisa di sebut baik, walaupun perbuatan itu suatu
kecendrungan atau watak baik.
4.
Perbuatan dilakukan berdasarkan
kewajiban, bertindak sesuai dengan kewajiban si sebut legalitas. Dengan
legalitas kita memenuhi norma hukum.
5.
Paham deontologi membagi kewajiban moral
menjadi 2 yaitu :
-
Imperatif (perintah) kategoris
(hukum moral)
Kewajiban
moral yang mewajibkan begitu saja tanpa syarat. Imperatif ini menjiwai semua
peraturan etis. Contoh janji harus ditepati senang atau tidak, barang yang
dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
-
Imperalis hipotesis
Kewajiban
moral yang mengikutsertakan sebuah syarat. Kalau kita ingin mencapai suatu
tujuan, maka kita harus menghendaki sarana-sarana yang menuju ke tujuan itu. Contoh
: jika kita ingin lulus ujian, kita harus belajar dengan tekun tetapi sarana
(belajar) itu hanya mewajibkan kita, sejauh kita ingin mencapai tujuan (lulus).
PENGERTIAN
PROFESI
Profesi
adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess",
yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna:
"Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara
tetap/permanen".
Profesi
juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode
etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi
tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,
teknik desainer, tenaga pendidik.
KODE
ETIK
Kode
etik adalah merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang
dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang
dari kode etik. Dengan demikian kode etik adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari
dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
-
Kode Etik Profesi
Bartens (1985)
menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya
bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu
dimata masyarakat. Pada dasarnya Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip
profesional yang telah digariskan, sehingga diketahui dengan pasti kewajiban
profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota kelompok profesi.
PRINSIP
ETIKA PROFESI
Prinsip di dalam etika
profesi :
1.
Prinsip Standar Teknis, profesi
dilakukan sesuai keahlian
2.
Prinsip Kompetensi, melaksanakan
pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
3.
Prinsip Tanggungjawab, profesi
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional
4.
Prinsip Kepentingan Publik, menghormati
kepentingan public
5.
Prinsip Integritas, menjunjung tinggi
nilai tanggung jawab professional
6.
Prinsip Objektivitas, menjaga
objektivitas dalam pemenuhan kewajiban
7.
Prinsip Kerahasiaan, menghormati
kerahasiaan informasi
8.
Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku
konsisten dengan reputasi profesi
Sumber:
-
Muhammad islamin yusanto, Muhammad karebet
widjajakususma. Menggagas bisnis Islami. Penerbit Gema Insani. Depok 2008
-
Prof. Dr. H. Muhammad Djakfar,
S.H.,M.Ag. Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi.
Penerbit Penebar Plus.
Jakarta 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar